Anggaran Rumah Tangga

ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA

Pasal 1
KEANGGOTAAN
PERMINTAAN, PENERIMAAN DAN PENOLAKAN
1. Permintaan untuk menjadi Anggota Biasa, Penyatu dan Penyokong harus diajukan dengan surat kepada Pengurus Cabang yang bersangkutan.
2. Permintaan untuk menjadi Anggota Biasa harus disertai bukti bahwa ia adalah mahasiswa, berupa :
a. Surat keterangan dari Perguruan Tinggi Negeri atau lainnya yang diakui oleh pemerintah sebagai perguruan tinggi yang sederajat dengan perguruan tinggi negeri, dimana dimungkinkan mencapai tingkat pengetahuan sarjana.
b. Surat keterangan perguruan tinggi yang belum diakui pemerintah, yang dimungkinkan mencapai tingkat pengetahuan sarjana beserta ijasah sekolah lanjutan atas.
3. Seorang mahasiswa dilantik oleh Pengurus Cabang yang bersangkutan menjadi Anggota Biasa setelah menempuh dengan baik masa percobaan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Rapat Umum Anggota Cabang.
4. Penerimaan seorang Anggota Penyatu dilakukan oleh Pengurus Cabang bersangkutan dengan persetujuan Rapat Umum Anggota Cabang.
5. Penerimaan sebagai Anggota Biasa, Penyatu atau Penyokong harus disertai tanda-tanda bukti dalam bentuk yang ditetapkan oleh Rapat Umum Anggota Cabang yang bersangkutan.
6. Keberatan terhadap penerimaan sebagai Anggota Biasa, Penyatu atau Penyokong harus diajukan kepada Pengurus Cabang yang bersangkutan yang dalam 14 hari memutuskan atas keberatan-keberatan itu.
7. Bila seseorang tidak dapat diterima sebagai Anggota Biasa, Penyatu atau Penyokong, maka penolakan itu diberitahukan dengan surat kepada calon yang bersangkutan dengan menyebut alasan penolakan itu.

Pasal 2
ANGGOTA KEHORMATAN
1. Seorang yang telah berjasa kepada PMKRI dapat diangkat menjadi Anggota Kehormatan oleh MPA atas usul Pengurus Pusat dan Pengurus Cabang yang bersangkutan, dengan alasan yang membuktikan jasa-jasanya. Usul ini harus diajukan kepada semua cabang sebelum MPA dimulai.
2. Penerimaan sebagai Anggota Kehormatan disertai tanda-tanda bukti dalam bentuk yang ditetapkan MPA.
3. Anggota Kehormatan bebas dari pembayaran iuran atau sokongan dan berhak menghadiri semua rapat Pengurus Pusat lengkap, Pengurus Cabang, Rapat Umum Anggota Cabang dan MPA/Kongres tanpa hak suara.

Pasal 3
PEMBERHENTIAN
1. Seorang anggota biasa, penyatu atau penyokong yang hendak berhenti dari PMKRI harus memberitahukan keinginan itu dengan surat kepada Pengurus Cabangnya paling lambat 1 bulan sebelum tanggal pemberhentiannya.
2. Seorang anggota biasa, penyatu atau penyokong yang menurut Badan Pengurus Cabang melakukan tindakan yang patut dicela, ia akan menerima peringatan-peringatan dari Badan Pengurus Cabang sebanyak 2 kali dan apabila peringatan ini tidak diindahkan maka ia dapat dipecat sementara.
3. Seorang anggota biasa , penyatu atau penyokong dapat diberhentikan untuk sementara oleh Pengurus Cabang yang bersangkutan, setelah terbukti bahwa ia telah melanggar ketentuan-ketentuan AD/ART atau telah merugikan kepentingan PMKRI.
4. Pemecatan seorang anggota biasa, penyatu atau penyokong hanya boleh dilakukan atas usul Pengurus Cabang yang bersangkutan juga atas usul anggota yang berhak penuh dari cabangnya yang jumlahnya ditentukan oleh peraturan yang berlaku oleh RUA yang bersangkutan dengan musyawarah yang dibimbing oleh azas Pancasila, dijiwai kekatolikan, disemangati kemahasiswaan dan setelah memberi kesempatan yang cukup untuk membela diri. Pemecatan ini diberitahukan kepada Pengurus Pusat.
5. Seorang anggota yang dipecat (karena sebab-sebab yang merugikan kepentingan umum PMKRI atau yang pemecatannya berakibat merugikan kepentingan umum PMKRI) dapat mengajukan banding kepada Pengurus Pusat. Keputusan banding ini tidak dapat diganggu gugat.

Pasal 4
HAK-HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA
1. Hak-hak anggota terdiri dari :
a. Hak berbicara
b. Hak suara
c. Hak memilih
d. Hak dipilih
e. Hak ikut serta dalam usaha perhimpunan.
2. Kewajiban anggota terdiri dari :
a. Menaati AD/ART dan semua aturan Perhimpunan
b. Membayar uang iuran pada waktunya, kecuali yang diberi pengecualian.
c. Menjunjung tinggi nama baik perhimpunan.
d. Membantu usaha-usaha perhimpunan dalam mengejar tujuannya.
3. Hak suara diberikan secepat-cepatnya tiga bulan sesudah menjadi anggota atau diatur dalam ART Cabang.
4. a. Penyatu mendapat hak seperti pada ayat (1) sub a dan e
b. Penyokong mendapat hak seperti pada ayat (1) sub e
c. Penyatu dan penyokong dapat menghadiri Rapat Umum Anggota Cabang, MPA/Kongres.
5. Hak-hak dan kewajiban tersebut di atas diatur dalam pasal-pasal yang bersangkutan.

Pasal 5
SUSUNAN ORGANISASI/PENGURUS
1. Pengurus Pusat berkedudukan di ibukota Republik Indonesia.
2. a. Pemilihan Pengurus Pusat diadakan dengan pemilihan Ketua Presidium oleh MPA. Ketua Presidium ini ditunjuk sekaligus sebagai formatur Pengurus Pusat.
b. Komisaris daerah dicalonkan oleh cabang-cabang yang bersangkutan yang berada dalam wilayahnya.
3. Anggota biasa yang berhak penuh dapat menjabat jabatan sebagai berikut :
a. Presidium Harian
b. Komisaris Daerah
c. Sekretaris Jendral
d. Sekretaris/Ketua Biro
e. Utusan yang mewakili PMKRI ke luar
4. Masing-masing anggota Presidium mempunyai hak yang sama.
5. Rapat presidium hanya sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya dua per tiga dari seluruh anggota presidium.
6. Keputusan presidium diambil secara musyawarah sampai tercapai kata sepakat.

Pasal 6
PENASIHAT ROHANI DAN DEWAN PERTIMBANGAN
1. Penasihat rohani ialah seorang padri (imam) yang ditunjuk oleh waligereja dengan pertimbangan Pengurus Pusat.
2. Dewan Pertimbangan adalah dewan yang terdiri dari sejumlah cendekiawan Katolik Indonesia yang diangkat oleh Presidium / Pengurus Cabang yang bersangkutan dan bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan pada Presidium atau Pengurus Cabang baik diminta atau tidak mengenai semua persoalan yang dianggap penting.
3. Penasihati Rohani dan Dewan Pertimbangan berhak atas undangan untuk menghadiri semua rapat, MPA/Kongres tanpa hak suara.
4. Penasihat Rohani mempunyai hak untuk memberikan nasihat yang berhubungan dengan hal kerohanian, baik diminta atau tidak.
5. Jika diantara pengurus dan Penasihat Rohani tidak tercapai kesesuaian paham tentang sesuatu hal, keputusan terakhir ditentukan oleh waligereja yang bersangkutan.

Pasal 7
HAK DAN KEWAJIBAN PENGURUS/UTUSAN
1. Presidium Pusat berkewajiban :
a. Mengusahakan dan menjaga agar persatuan antar anggota tetap terpelihara.
b. Membina perhimpunan ke arah kesempurnaan.
c. Mengawasi pekerjaan dan kehidupan seluruh perhimpunan supaya sesuai dengan asas, jiwa, semangat,dan tujuan perhimpunan.
d. Memenuhi segala kewajiban sesuai dengan AD/ART PMKRI dan keputusan-keputusan MPA.
2. Anggota Pengurus Pusat berkewajiban dan berhak :
a. Ketua Presidium, memimpin rapat bersama-sama dengan anggota presidium yang lain, bertanggungjawab dan berhak atas segala pelaksanaan urusan perhimpunan. Menandatangani surat-surat penting bersama dengan anggota presidium yang lain atau dengan Sekretaris Jendral atau dengan Sekretaris atau dengan Ketua Biro.
b. Anggota Presidium, bersama-sama dengan Ketua Presidium, bertanggungjawab dan berhak atas segala pelaksanaan urusan perhimpunan. Membantu dan mewakili Ketua Presidium bila yang bersangkutan berhalangan, menyelenggarakan tugas-tugas yang diserahkan kepadanya. Menandatangani surat-surat penting bersama dengan Sekretaris Jendral / Sekretaris.
c. Komisaris daerah melaksanakan tugas Pengurus Pusat di daerahnya. Membawa suara daerah kepada Pengurus Pusat.
d. Sekretaris Jendral adalah koordinator dari sekretariat Pengurus Pusat.
e. Sekretaris/Ketua Biro bertanggung jawab atas segala urusan yang berkenaan dengan bironya dan menandatangani surat-surat bersama Presidium.
f. Bendaharawan, bertanggungjawab atas keuangan perhimpunan. Menjalankan usaha untuk kekayaan perhimpunan. Jabatan ini dirangkap oleh Sekretaris atau Ketua Biro usaha.
3. Rapat Pengurus Pusat dan Pengurus Cabang diadakan setiap kali bila dianggap perlu, baik atas permintaan Pengurus Pusat maupun Pengurus cabang yang bersangkutan.
4. Utusan PMKRI keluar diwajibkan mengadakan hubungan, pertanggungjawaban dan laporan kepada Pengurus Pusat dan atau Pengurus Cabang yang bersangkutan.

Pasal 8
MAJELIS PERMUSYAWARATAN ANGGOTA (MPA)
1. Jumlah perwakilan untuk MPA ditentukan oleh MPA sebelumnya dengan ketentuan bahwa tiap cabang sedikitnya berhak atas empat utusan. Setiap utusan harus mempunyai surat kuasa dari Rapat Umum Anggota Cabang yang bersangkutan.
2. Cabang yang tidak dapat mengirim utusan untuk menghadiri MPA dapat memberikan kuasa penuh secara tertulis kepada anggota cabang lainnya dengan ketentuan harus melalui Pengurus Cabang yang bersangkutan.
3. Pengurus Pusat berkewajiban menyampaikan kepada cabang :
a. Acara dan persoalan yang akan dibicarakan di MPA dalam waktu sebulan sebelum MPA dimulai.
b. Risalah MPA terakhir pada waktu sebelum MPA dimulai.
c. Putusan-putusan MPA dalam waktu sebulan setelah MPA selesai.
4. MPA sah jika dihadiri oleh cabang yang hadir dengan sebenarnya (tidak termasuk mandat), sekurang-kurangnya setengah dari jumlah cabang seluruhnya, dengan ketentuan harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah cabang-cabang, dengan catatan bilangan pecahan setengah atau lebih dibulatkan ke atas dan selainnya dibulatkan ke bawah.
5. MPA masih dapat disahkan apabila salah satu kuorum dalam ayat (4) terpenuhi dengan ketentuan :
a. Syarat-syarat yang tidak dipenuhi sekurang-kurangnya harus mencapai setengah kuorum ditambah satu.
b. Disetujui oleh 2/3 dari cabang yang hadir.

Pasal 9
KONGRES
Kongres sebagai alat untuk mempertebal rasa persaudaraan antara para anggota Perhimpunan dilaksanakan dalam bentuk seminar, ceramah, peninjauan-peninjauan dan atau pertemuan olah raga, kesenian, dan lain-lain yang bermanfaat.

Pasal 10
KEUANGAN
1. Dasar iuran cabang, jenis sokongan dan penghasilan lain sebagaimana termaksud dalam pasal 17 ayat 2 (c) Anggaran Dasar, ditetapkan oleh MPA dan atau dalam hal-hal luar biasa oleh Pengurus Pusat bersama dengan Pengurus Harian Cabang.
2. Sokongan dari seorang penyokong, dilakukan secara sukarela.
3. Pengeluaran oleh anggota Pengurus Pusat berhubungan dengan menjalankan kewajibannya dipikul oleh perhimpunan setelah mendapat persetujuan dari Presidium Harian.
4. Ongkos-ongkos untuk keperluan MPA dan Kongres yang berlebihan dari uang sokongan Pengurus Pusat dan cabang-cabang, harus diberikan kepada Pengurus Pusat untuk dimasukkan dalam dana MPA dan Kongres yang akan datang.

Pasal 11
PENERBITAN DAN PERS
Penerbitan PMKRI dan dipertanggungjawabkan redaksi diatur dalam peraturan tersendiri yang disahkan oleh MPA.

Pasal 12
PEMBUBARAN
Bila perhimpunan ini dibubarkan, maka segala kekayaan perhimpunan diserahkan kepada badan-badan lainnya menurut keputusan MPA yang membubarkannnya.

Pasal 13
PERUBAHAN
Perubahan Anggaran Rumah Tangga ini harus dilakukan oleh MPA dalam suasana musyawarah yang dibimbing oleh asas Pancasila, dijiwai oleh kekatolikan, dan disemangati oleh kemahasiswaan.

Pasal 14
PENUTUP
Segala sesuatu yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar maupun Anggaran Rumah Tangga ini diputuskan oleh Pengurus Pusat lengkap dan harus dipertanggungjawabkan kepada MPA.

PERATURAN PERALIHAN

1. Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku pada saat disahkan oleh Sidang I MPA PMKRI di Bandung pada tanggal 28 September 1959.
2. Segala sesuatu yang berdasarkan Anggaran Rumah Tangga lama, yang bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga baru, tetapi telah berlaku sebelum mulai berlakunya Anggaran Rumah Tangga Baru, tetap berlaku sebagaimana biasa.
3. Ada beberapa perubahan berdasarkan :
a. Keputusan Sidang MPA IV tanggal 28 Desember 1961 di Yogyakarta;
b. Keputusan Sidang MPA VII tanggal 31 Desember 1964 di Malang;
c. Keputusan Sidang MPA VIII tanggal 6 April 1967 di Bandung;
d. Keputusan Sidang MPA IX tanggal 6 April 1969 di Surabaya;
e. Keputusan Sidang MPA X tanggal 27 Agustus 1971 di Surakarta;
f. Keputusan Sidang MPA XI tanggal 13 Oktober 1975 di Semarang;
g. Keputusan Sidang MPA XIV tanggal 17 Maret 1985 di Jakarta;
h. Keputusan Sidang MPA XV tanggal 9 Mei 1988 di Surabaya;
i. Ketetapan Sidang MPA XVI tanggal 3 September 1990 di Ujung Pandang;
j. Ketetapan Sidang MPA XVII tanggal 29 November 1992 di Bandung;
k. Ketetapan Sidang MPA XVIII tanggal 27 November 1994 di Medan;
l. Ketetapan Sidang MPA XX tanggal 23 Oktober 1998 di Banjarmasin;
m. Ketetapan Sidang MPA XXI tanggal 30 November 2000 di Jakarta.

Baca juga:
Anggaran Dasar

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*