Tagged: KNPI
- This topic is empty.
-
AuthorPosts
-
2020-11-10 at 23:25 #8036rinividiviciMember
BAGAIMANA BELAJAR BERSATU SAMBIL…
Edisi : 35/04
Tanggal : 1974-11-02
Halaman : 06
Rubrik : NAS
Penulis :
Sumber :KONGRES I Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dibuka pekan
ini. Perhatian cukup besar di kalangan generasi muda. Spanduk
terpasang di seantero pelosok Ibukota. Jumlah peserta jauh lebih
banyak dari pada yang pernah dihimpun oleh organisasi pemuda &
mahasiswa lain. Sementara itu tanggapan berhamburan dari
generasi muda di Jawa dan di luar Jawa. Ada yang terang-terangan
mendukung lahirnya KNPI, misalnya Gerakan Pemuda Ansor. Tapi
pernah ada pula corat-coret di kampus Bulaksumur (Gajah Mada)
yang menentang berdirinya wadah pemuda yang didukung pemerintah
& Golkar itu. Sebelumnya Badan Kerjasama Mahasiswa IKIP
mengeluarkan pernyataan menanggapi maklumat Menteri P & K Syarif
Thayeb di Malang (TEMPO 3 Agustus). Pendapat boleh beragam.
Tapi pernyataan pemuda & mahasiswa itu umumnya minta agar
organisasi pemuda & mahasiswa yang sudah ada sekarang tetap
dijamin hak hidupnya. Tidak terkecuali GP Ansor. Kecemasan ini
sesungguhnya bukan barang baru. Suhu politik di bidang
kepemudaan memang agak melonjak gara-gara maklumat Syarif
Thayeb, bahwa KNPI akan jadi “wadah satu-satunya bagi pemuda
Indonesia”. Dan kalangan generasi muda — khususnya yang berada
di luar pagar kampus — toh masih repot ketika dengan nada yang
sedikit lebih lunak Jenderal Panggabean dalam Rapim ABRI
baru-baru ini menganjurkan, agar “generasi muda seyogyanya tidak
berjuang melalui kotak-kotak ideologis”.; Memisahkan Massa
; Pada mulanya ialah ketika unsur-unsur pemuda Golkar mengundang
tokoh-tokoh pemuda & mahasiswa di luar Golkar untuk memperluas
keanggotaan & cakupan PNPKB lihat Dari WAY Sampai KNPl). Ketika
itu, Pemerintah dan Golkar tengah giat memisankan massa rakyat
dan pemuda dari partai-partai. Partai-partai, diringkas di bawah
2 bendera, PPP dan PDI, Buruh, tani & nelayan masing-masing
sudah dilebur ke dalam HKTI dan HNSI. Menyadari itu para
pengurus pusat organisasi-organisasi pemuda & mahasiswa yang
didekati PNPKB dalam rapat-rapat pembentukan KNPI di Jakarta
bersikap hati-hati. Malah ada yang pagi-pagi menanyakan apa
konsep & prgram wadall pemuda itu nantinya, seperti yang
dilakukan oleh Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi
Mahasiswa Lokal (SOMAL). “Ketika itu mereka hanya menjawab: itu
nanti akan difikirkan dalam Kongres!”, cerita pimpinan SOMAL
pada TEMPO. Agaknya tak terlalu yakin pada jawaban itu, SOMAL
pun menarik diri dari pembicaraan selanjutnya.; Yang tetap tinggal dalam rapat-rapat pembentukan KNPI sampai
tercetusnya Deklarasi Pemuda Indonesia 23 Juli tahun lalu
hanyalah 5 ormas, yang terkenal palilg getol menanggapi tiap
gerak-gerik KNPI: PKRI, HMI, GMKI, GMNI dan PMII. Namun
merekapun tidak luput dari rasa takut akan terjadinya fusi
organisasi pemuda & mahasiswa di luar kampus. Itu berarti
hanyutnya massa mereka ke wadah baru itu nanti: Mungkin itulah
sebabnya deklarasi yang menjadi pedoman dasar KNPI itu penuh
bertaburan dengan rumusan yang mungkin dimaksudkan untuk
meredakan rasa cemas para pimpinan pemuda & mahasiswa itu. Pasal
4 misalnya, menjamin bahwa eksistensi KNPI “tidak mengurangi
peranan organisasi-organisasi pemuda & mahasiswa”. Sementara itu
pasal 6 menjelaskan betapa soal “fusi” diserahkan pada proses
masing-masing organisasi. Adapun soal keanggotaan KNPI menurut
pasal 5 meliputi “eksponen-eksponen pimpinan pemuda & mahasiswa
yang mewakili organisasi-organisasi yang ada dan hidup dalam
masyarakat”. Sedang organisasi-organisasi itu sendiri — menurut
pasal yang sama — bukan anggota KNPI. Di balik rumusan yang
serba luwes itu, masalahnya yang sebenarnya ialah kepercayaan.
Bisakah dijamin pasal-pasal itu akan dipatuhi? Pasal 9 misalnya
memberikan jaminan bahwa “KNPI hanya dibentuk di pusat Rl
sedangkan di daerah-daerah tidak dibentuk”. Tapi timbulnya KNPI
di pelbagai daerah menjelang Kongres “secara spontan” merisaukan
ormas-ormas pemuda.; Katolik
; Namun dengan segera mereka pun menyesuaikan diri. Meskipun nada
pernyataannya cukup kritis terhadap KNPI. PP-PMKRI di bawah
pimpinan Chrisÿ20Siner Key Timu mendorong anggota-anggotanya agar
“secara pribadi” mengambil bagian aktif daam KNPI. Tapi tanpa
anjuran itu pun anggotanya — khususnya dari cabang Jakarta
sudah sebagian memasuki KNPI DKI serta Panitia Pelaksana
Kongres KNPI. Toh tersedotnya massa PMKRI; Pemuda Katolik dan
mahasiswa Unika Atma Jaya ke KNPI segera mengundang arus kecaman
dari dalam, yang mengingatkan kembali ketentuan AD/ ART PMKRI
yang melarang keanggotaan rangkap dalam organisasi lain. Juga
disebut-sebut “tradisi” PMKRI yang melarang fungsionarisnya
duduk dalam pengurus lembaga-lembaga politik. Walhasil, dalam
Musyawarah Ketua-Ketua Cabang PMKRI se-Indonesia yang diadakan
bertepatan dengan Hari Lebaran, PP PMKRI kembali menegaskan
larangan jabatan rangkap itu. Sedang soal keanggotaan rangkap —
yang pernah menyebabkan pemberhentian anggota-anggota PMKRI yang
merangkap di Imada — dalam kasus KNPI ini tidak jadi
diterapkan. Menurut Ketua Presidium PP-PMKRI, “orang PMKRI yang
berkecimpung di KNPI itu — seperti halnya dalam lembaga-lembaga
lain diharapkan menyuarakan aspirasi PMKRl di sana”. Maka,
“bukannya tidak mungkin, jika yang disuarakan dalam Kongres KNPI
bertentangan dengan aspirasi PMKRI, para, komunikator itu akan
keluar”. Dengan catatan tentunya: apabila kesetiaan mereka pada
PMKRI lebih tebal dari pada KNPI.; Bukan Chris seorang diri yang berpendapat demikian. Boleh
dikata, setelah unsur-unsur Golkar, Pemda dan Kodam, para
“warga” ke-5 ormas itulah yang paling banyak menduduki
kursi-kursi kepengurusan KNPI pra-Kongres. Tapi tampaknya
pengurus pusat mereka ingin menarik semua “komunikator” mereka
dari KNPI, apabila KNPI dianggap “keluar dari ril kewajaran”
yang dapat diterima 5 ormas itu. Namun KNPI bukannya tidak
menyadari kemungkinan itu. Pagi-pagi mereka sudah memilih tokoh
ormas yang tidak perlu duduk dalam pengurus ormasnya. Artinya,
mereka tak dapat dipanggil kembali oleh induk mereka. Tapi
diperhitungkan mereka sementara itu masih mampu merekam
aspirasi kelompok masing-masing untuk dibawa ke dalam
forum-forumn KNPI. Sebaliknya mereka diharapkan masih punya
“resonansi” — istilah David Napitupulu dan Zamroni — di
lingkungan asal mereka. Tentu saja para “komunikator” itu kelak
bisa saja terbentur antara 2 kepentingan: KNPI. di satu fihak,
dan ormas masing-masing di lain fihak. Namun dalam hal begini
KNPI tidak sulit untuk menang: dalam keadaan politik sekaran,
dialah yang pegang dana & restu dari Pemerintah. Meskipun F. As.
Alwie, Ketua II DPPGMNI misalnya, bertekad untuk memilih GMNI
apabila, Kongres KNPI memutuskan hal-hal yang bertentangan
dengan Anggaran Dasar GMN I.; Walhasil, timbullah sikap ganda ke 5 ormas tadi. Di satu pihak
tidak enak melihat kebijaksanaan pemerintah yang nampaknya
cenderung melimpahkan seluruh bantuannya pada KNPI, di fihak
lain terpaksa ingin ikut menanam pengaruh dalam KNPI. Sikap
ganda seperti ini, sempat juga menjadi bahan sorotan yang hangat
dalam diskusi di PMKRI Jatinegara, 5 hari sebelum ke-5 ormas
tadi mengeluarkan pernyataan. Ketika itu sudah dicoba ditelaah
latar-belakang timbulnya pemikiran ke arah “wadah tunggal
pemuda” yang menganggap “generasi muda terganggu oleh
pertentangan ideologis”. Rupanya biarpun Pancasila sudah
dijadikan dasar semua ormas, “kemurnian” mereka masih diragukan.
Konflik-konflik yang ada di masyarakat dianggap sumbernya tetap
soal “ideologi”. Sudah tentu konflik memang ada (masyarakat dan
negeri mana sih yang bebas konflik?). Tapi — seperti
dikemukakan seorang pembicara dalam diskusi PMKRI itu-kalau
konflik-konflik itu hendak dielakkan dengan menggiring semua
unsur pemuka masyarakat ke dalam wadah-wadah tunggal, itu tak
memecahkan persoalan. Sebab, menurut pembicara tadi, ketegangan
pokok masyarakat Indonesia adalah gejala perbedaan sosial antara
masyarakat kota & desa, kaya & miskin, elite berpendidikan Barat
& massa yang butahuruf Latin. Makanya dari pada repotÿ20menggiring
pemuda ke dalam satu wadah, yang dapat berakibat makin
tercerabutnya tokoh generasi muda dari lingkungan asal mereka,
lebih baik langsung memerangi akar-akar perbedaan sosial itu sendiri.; Dan memang seperti selama ini, bahwa perdebatan antara KNPI dan
non-KNPI lebih banyak berkisar soal pengakuan terhadap
kebhinekaan masyarakat kita. Bagaimana caranya menghadapinya?
Sebagai satu kecelakaan, ataukah sebagai suatu berkat? HMI, PMKRI,
GMKI, GMNI dan PMII yang mengeluarkan Pokok-Pokok Pikirannya sesudah
berbuka-puasa di kantor HMI 9 oktober yang lalu menunjukkan sikap
mereka. Bertolak dari landasan hukumÿ20UUD 1945 yang secara
eksplisit menakui keanekaragaman dalam berserikat. berpendapat &
beribadat, 5 ormas itu menegaskan bahwa ke-bhineka-an generasi
muda “bukan merupakan alasan untuk tidak menjalin kerja-sama &
persatuan dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa”. Pernyataan
itu memang hati-hati dan agak samar-samar.; Menyadari hal itu rupanya, ketua umum PB-IMI Ridwan Saidi pada
TEMPO menjelaskan, melalui Pokok-Pokok Pikiran itu “kami ingin
menyatakan bahwa hidup berkotak-kotak bukanlah kejahatan, bahkan
sesuai dengan pola, kebudayaan serta keadaan masyarakat
Indonesia”. Mengapa perlu dijelaskan? Karena menurut Ridwan,
“selama ini kampanye anti pengkotak-kotakan pemuda & mahasiswa
begitu dahsyat dilancarkan, hingga timbul semacam anggapan bahwa
tinggal dalam kotak-kotak itu sudah seperti suatu kejahatan”.
Timbulnya KNPI sendiri dalam kacamata HMI hanyalah pertanda
munculnya satu organisasi ekstra-universiter baru. Karena itu
Ridwan menolak sebutan “Kongres Pemuda”. Sebab bagi HMI.
“Kongres KNPI itu tidak berbeda dengan kongres organisasi-organisasi
lain seperti PMII atau GMNI”. Dan, tambahnya, “tidak ada salahnya
terhadap organisasi yang berkongres untuk mengatur masalah
internnya itu kami ucapkan Selamat Berkongres”.; Politis
; Agak senada adalah ucapan pimpinan SOMAL. “Kalau mereka mau juga
menganggap dirinya mengadakan Kongres Pemuda, silakan saja”,
komentar salah seorang dari mereka. “Asal saja mereka tidak
mengakui mewakili para mahasiswa yang masih menempuh pendidikan
di dalam kampus”. Mengapa? “Karena ada perbedaan antara pemuda
dengan mahasiswa yang masih kuliah. Mahasiswa adalah juga
pemuda, tapi pemuda belum tentu mahasiswa”. Bagi pimpinan SOMAL
“pengelompokan dalam KNPI lebih bersifat politis, sedang
mahasiswa yang bergabung dalam SOMAL lebih banyak bergerak dalam
bidang sosial-ekonomi”. Karena itu, sambil menghimbau KNPI agar
tetap mengakui keragaman dalam masyarakat dan perbedaan pendapat
yang selalu ada, “kompetisi sebaiknya melalui program untuk
kesejahteraan”. Sedang DPP CMNI yang disuarakan oleh Ketua II
GMNI, tanpa edeng aling-aling menolak penamaan Kongres KNPI
sebagai ongres Pemuda, “karena Deklarasi pembentukan KNPI
jelas-jelas menyebutkan keanggotaan perorangan saja”. Menurut
FAS Alwie, “kalau toh dipaksakan menggunakan nama Kongres
Pemuda, itu hanya akan menyinggung perasaan pemuda yang tidak
ikut di dalam KNPI”. Apa ada? Rupanya ada. PII (Pelajar Islam
Indonesia), terang-terangan melarang segenap pengurus dan
aktifisnya duduk dalam KNPI. Tapi organisasi pelajar itu memang
tidak diikutsertakan dalam pembentukan KNPI, yang menurut dugaan
ketua umum PB-PII, Yusuf Rahimi karena “anggapan orang PII itu
masih anak-anak”. “Boleh-boleh saja orang beranggapan demikian,
tapi jangan lupa yang tahu tentang dirinya hanya PII sendiri”,
ujar Yusuf seolah-olah membantah anggapan itu. Malah menurut
PB-PII yang baru saja menyelenggarakan Rapat Kerja seminggu
sebelum Lebaran, kegagalan KNPI mengakui kebhinekaan di kalangan
pemuda perlu ditebus dengan pembentukan suatu “forum komunikasi
pelajar yang demokratis, punya landasan moral & konstitusi, guna
menyalurkan aspirasi pelajar yang orisinil”.; Onderbouw NU
; Tapi para pemuda-pemuda di Tanah Abang III tetap dengan tekad
mereka. Menurut David Napitupulu ketua umum KNPI pra-Kongres,
“berdirinya KNPI justru bertitik-tolak dari kesadaran adanya
perbedaan aspirasi di kalangan generasi muda”. Tentang perbedaan
itu sendiri, menurut David “adalah karena pengaruh langsung
maupun tidak langsung dari pola pemikiran sempit serta
warna-warna yang dicerminkan dalam sistim politik kita yang
semula banyak partainya”. “PMII misalnya”, kata David sambil
melirik pada Zamroni, “tidak dapat mengingkari bahwa dia tadinya
onderhouw NU”. Karena itu menurut dia wajarlah bila pemuda
tergugah “untuk juga merubah prinsip yangmendasari sistim
kepartaian selama ini” Dia mengelak untuk menjawab apakah itu
juga berarti sebaiknya organisasi-organisasi pemuda & mahasiswa
juga mengadakan fusi sesuai dengan 3 bendera yang ada. Hanya
saja dia menyangsikan keampuhan ikatan ideologi di kalangan
organisasi-organisasi pemuda/mahasiswa. Contohnya: pertentangan
antara RRT dan Soviet yang sama-sama komunis.; David (ketua umum Mahasiswa Pancasila) tidak menjelaskan
bagaimana keampuhan ikatan ideologi Pancasila. Kalau Pancasila
ampuh, keanekaragaman sebetulnya tak usah ditakuti. Mungkin
karena itu Zamroni, yang dalam wawancara dengan TEMPO
berkedudukan sebagai ‘juru-bicara’ KNPI, berkata: “Kebhinekaan
memang merupakan manifestasi Pancasila”, Zamroni yang memegang
jabatan rangkap di GP Ansor dan KNPI ‘Pusat’ menambahkan: “Tapi
itu tidak berarti, bahwa kita justru harus memelihara ketebalan
dinding-dinding ideologi yang justru mempertebal heterogenitas
yang ada”. Di tengah-tengah kemajemukan yang ada, “Kita harus
mencapai suatu kesatuan malah itulah titik-beratnya”. Menurut
Zamroni, “inilah yang membedakan KNPI dengan Front Pemuda. Kalau
dulu Front Pemuda hanya merupakan pengaman politis, kini KNPI
berusaha mengembangkan kemampuannya dengan melihat masalah
pemuda secara nasional”, Apapun arti katakata Zamroni itu,
nampaknya KNPI memang bukan dengan sendirinya monster yang harus
menelan (atau menyembunyikan) pluralitas masyarakat. Kastaf
Pangkopkamtib Laksamana Sudomo dalam pertemuan dengan 5
organisasi mahasiswa ekstra Kamis minggu lalu dikabarkan
menjamin terusnya organisasi-organisasi yang ada. Jaminan
semacam itu penting kiranya. Sebab betapapun kurang enaknya
menghadapi ormas-ormas yang ada, mereka secara langsung atau tak
langsung cerminan kenyataan sosial kita dan punya kaitan dengan
kenyataan itu. Memang ada asumsi yang mengatakan bahwa kegiatan
politik di Indonesia hanyalah “keinginan segolongan kecil
masyarakat yang berada di kota”. Pandangan ini banyak dianut di
kalangan intelektuil Golkar.; Obat Frustrasi
; Tapi Dr Mely G. Tan, sosiolog dari Leknas misalnya, meragukan
asumsi itu. “Bagaimana mungkin timbul gema di antara rakyat,
kalau tak ada keresahan sosial di lapisan bawah?” Dia sendiri
lebih cenderung agar penguasa tetap memelihara kemajemukan
sosial yang ada. Bukan saja karena itu merupakan realitas
sosial, tapi “karena itu justru dapat memperkaya kepentingan
bersama”. Dia mengakui, bahwa kemajemukan itu memang bisa
menimbulkan hal-hal yang negatif. Tapi bisa positif. Bagaimana
caranya bisa positif? “Kalau yang dikembangkan dari
masing-masing kelompok sosial adalah segi-segi yang
komplementer, yang bisa saling mengisi”, demikian menurut Kepala
Bagian Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Leknas/LlPI itu. Sebaliknya
kemajemukan itu bisa berakibat negatif, bila yang dikembangkan
hanya pola persaingan pengaruh semata-mata. Ekses-ekses yang
pernah timbul karena kebhinekaan dalam masyarakat kita, bagi dia
“bukan alasan untuk meniadakan kebhinekaan itu an sich” Mengapa?; “Karena kita semua tahu, bahwa aspek kompetisi yang bisa
berakibat negatif itu hanya dapat diredakan, apabila keadilan
dalam alokasi & distribusi sumber-sumber yang langka dapat
ditingkatkan”. Dah sumber-sumber langka itu, tidak perlu
berwujud kekayaan materiil saja. Tapi juga sumber-sumber
non-materiil seperti kesempatan pendidikan, kesempatan mendapat
lowongan pekerjaan, kedudukan, perwakilan di parlemen, dan
harapan akan masa depan yang lebih baik yang merupakan obat
frustrasi yang paling jempolan.; Teori-teori boleh jalan terus. Di mata banyak generasi muda,
yang penting adalah tetap terbukanya kesempatan berpartisipasi,
serta hak untuk menyatakan pendapat. Bagi BKS DM/SM se-Jakarta,
peranan KNPI di luar kampus tidak banyak artinya selama 72
proyek pengabdian masyarakat yang sesuai dengan Tri Dharma
mereka tidak mendapat halangan terang-terangan. Peringatan
Sumpah Pemuda pun bagi mereka bukan monopoli KNPI. Itu sebabnya
dengan disponsori oleh 8 Dewan Mahasiswa swasta di Jakarta,
renungan suci memperingati Sumpah Pemuda tetap diselenggarakan
di kampus Atma Jaya dekat Jembatan Semanggi 27 Oktober yang
lalu. Sebelumnya, persis bertepatan dengan ulang tahun I Petisi
24 Oktober DMUI, bebepa Senat Mahasiswa di kampus UI
Rawamangun menyelenggarakan diskusi panel tentang KNPI &
masalah-masalah kepemudaan lainnya. Seolah-olah berlomba-lomba,
pelbagai kelompok generasi muda di Jakarta ini — dengan
kebebasan berkumpul & mengekspresikan pendapat yang terbatas —
berebutan ingin menunjukkan fakta hidupnya. Itu tak berarti
mereka tak perlu mengirim ucapan selamat kepada KNPI: Semoga
Sehat Walafiat. -
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.