Max Wayong, Sebuah Kisah Inspiratif

Home Forums Historia Max Wayong, Sebuah Kisah Inspiratif

Tagged: 

  • This topic is empty.
Viewing 1 post (of 1 total)
  • Author
    Posts
  • #7967
    editor
    Keymaster

    Sokrates bilang hidup yang tidak dikaji tidak layak dihidupi. Perkataan itu bukan tanpa makna bila direnungkan secara mendalam. Sokrates adalah filsuf besar di zamannya. Ia hidup ketika nilai tidak menjadi biasa-biasa saja. Orang lebih mengedepankan soal bagaimana mendapat pengakuan publik lewat orasi kosong tanpa makna. Prinsip hidup menjadi relatif, sesuai tuntutan khalayak.

    Kita tahu, sejarah mencatat bahwa Sokrates mati dibunuh oleh suara mayoritas. Mayoritas menghendaki agar dia dibunuh. Mereka menuduhnya sebagai “kafir” yang memprovokasi kaum muda waktu itu. Dia divonis mati dengan meminum racun. Dikatakan bahwa murid-muridnya ingin agar dia tidak perlu menjalankan hukuman tersebut. Mereka mengajaknya untuk melarikan diri, namun dia menolak. Kematiannya mau menegaskan bahwa kebenaran adalah prinsip dari hidupnya.

    Platon, muridnya yang paling masyur itu, menulis serangkaian dialog filosofis di mana Sokrates menjadi tokoh utama dalam setiap dialognya. Bagi Platon, Sokrates adalah orang yang paling bijaksana di Athena. Tutur kata dan segala tindakannya pantas untuk diteladani. Bahwa kebijaksanaan mesti dicintai tidak peduli orang lain mengatakan apa; bahwa prinsip hidup berdasarkan idea Yang Baik mesti diutamakan tidak pusing semua orang mengatakan sebaliknya.

    Max Wayong

    Secara pribadi, saya adalah orang yang mengagumi seorang Max Wayong. Tokoh yang sederhana secara penampilan, low profile, tidak banyak gaya. Kebersahajaannya bukan karena lingkungan yang di sekitarnya tetapi karena sebuah pilihan. Ia lahir di Jakarta, mestinya ia hidup sebagai anak Jakarta yangglamour, yang modis mengikuti perkembangan mode dunia, yang tongkrongannya di mal khas kapitalis. Ia memilih untuk melepaskan semua itu, dan hidup sebagai “orang miskin” di tengah gemerlapnya Jakarta.

    Selepas menamatkan pendidikannya di Kolese Kanisius Jakarta, beliau memilih masuk organisasi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia. Salah satu alasannya karena dia adalah orang Katolik. Di masanya, PMKRI adalah salah satu organisasi besar yang nantinya menggulingkan rezim orde lama. Salah satu kader PMKRI yang dicatat dalam sejarah pergerakan Indonesia adalah Cosmas Batubara.

    Tahun 65 beliau resmi menjadi anggota perhimpunan. Setahun setelah itu, beliau mendirikan Margasiswa di Kebayoran yang bernama Rayon Kebayoran. Di kemudian hari berganti menjadi cabang Jakarta Selatan. Sebuah prestasi luar biasa besar untuk ukuran anggota yang baru bergabung di perhimpunan.

    Karir beliau di dalam perhimpunan terbilang gemilang. Baru satu tahun menjadi anggota, beliau sudah menjabat sebagai ketua presidium rayon Kebayoran. Setelah itu beliau menjabat sebagai ketua presidium Cabang Jakarta. Selepas itu beliau terpilih sebagai orang nomor satu di presidium Pengurus Pusat PMKRI, di mana Chris Siner Keytimu, salah satu tokoh Petisi 50, sebagai pengurus hariannya.

    Selepas menjabat sebagai ketua presidium PP PMKRI, beliau terpilih sebagai ketua mahasiswa Katolik se-Asia Tenggara yang berkedudukan di Hongkong. Karirnya melejit naik menjadi ketua mahasiswa katolik se-Asia Pasifik yang bertempat di Bangkok. Karir berorganisasinya dimahkotai dengan jabatan sekretaris jenderal Pax Romana, organisasi mahasiswa Katolik dunia, yang berkedudukan di Wina, Swiss. Beliau hanya kalah satu suara dari calon yang berasal dari Portugal.

    Prestasi Max tentu saja menjadi kebanggaan PMKRI dan juga seluruh mahasiswa katolik yang ada di Indonesia. Pasalnya ada orang muda Indonesia yang berhasil menjabat di Pax Romana. Namun, di atas segala prestasi tersebut, dia juga mendapat banyak sekali tantangan dari dalam negeri maupun luar negeri. Namanya masuk dalam “black list” badan intelijen nasional juga buruan interpol.

    Setelah selesai masa jabatannya di Pax Romana, beliau kembali ke Indonesia. Dia kembali bukan sebagai Max yang biasa-biasa saja. Dia adalah tokoh. Banyak tawaran yang datang masuk dalam lingkaran kekuasaan dan legislatif. Semuanya beliau tolak karena tidak sesuai dengan idealisme.

    Mestinya dia terima tawaran tersebut mengingat dengan berada di dalam lingkaran kekuasaan beliau bisa mewujudkan idealismenya seturut visi perhimpunan: Kemanusiaan, Persaudaraan Sejati, dan Keadilan Sosial. Namun tawaran itu karena beliau sadar kekuasaan Orde Baru merupakan rezim korup dan dengan masuk ke dalamnya, dia idealismenya akan membusuk (corrupted).

    Beliau memilih untuk mengabdi di tanah Papua, bekerja untuk orang-orang miskin dan tertindas di sana tanpa diupah. Sebuah pilihan yang menurut banyak orang konyol namun menurutnya sebagai sebuah keputusan yang tepat karena sesuai dengan semangat dan perjuangan Kristus. Dia hidup sederhana tapi hidupnya penuh makna; makna tersebut lahir dari refleksinya yang mendalam tentang kehidupan itu sendiri.

    Kini ia hidup bersama anak-anak muda di Margasiswa V. Semangatnya untuk selalu melayani tidak pernah mati. Ia berada bersama kaum muda, kader-kader masa depan PMKRI, mendampingi mereka. Dalam usia yang sudah senja dia masih mau meluangkan waktu untuk mendiskusikan pelbagai macam isu. Ingatannya selalu baru ketika berdiskusi dengan kita.

    Kepemimpinan

    Banyak nilai yang bisa kita petik dari seorang Max Wayong. Salah satunya adalah soal kepemimpinan. Baginya kepemimpinan bukanlah mengenai jabatan politis di dalam sebuah lembaga institusi, di lingkaran pemerintahan, ataupun di dalam lembaga legislatif. Kepemimpinan lebih dari sekedar itu semua.

    Kepemimpinan adalah soal sejauh mana hidup ini dikaji, sejauh mana kehidupan kita bermakna bagi orang lain, soal kejujuran yang menuntut kita untuk berani berkata tidak terhadap ketidakbenaran.

    Dia menghidupi sebuah idealisme yang kiranya mirip dengan apa yang dilakukan oleh Sokrates dan sosok Yesus.

    Bahwa menjadi pemimpin tidak harus berada di dalam kekuasaan. Pemimpin adalah keteladanan. Keteladanan hanya bisa diberikan lewat sebuah proses panjang mengenali diri. Kekuasaan tidak berada di luar diri manusia, kekuasaan ada di dalam diri sendiri.

    Friedrich Nietzsche, filsuf kondang Jerman, memperkenalkan kepada kita konsep “Will to Power”. Kehendak untuk berkuasa/kehendak kuasa pertama-tama bukan sebuah hasrat untuk berkuasa sebagaimana lazim dipahami orang kebanyakan. Kehendak kuasa dimaksudkan sebagai kehendak untuk menguasai diri sendiri. Dengan bisa menguasai diri, kita bisa menguasai dunia.

    Pendapat Nietzsche ini senada dengan tulisan di pintu masuk kuil Delphi Yunani: Gnosi se auton, kenalilah dirimu sendiri. Dengan mengenal diri sendiri kita bisa menguasai diri kita, menemukan segala potensi diri untuk dikembangkan.

    Apa yang sudah dilakukan Max Mayong, jarang kita temukan dewasa ini. Orang cenderung mengabaikan idealisme dan hidup secara pragmatis. Hidup asal saja, asal bisa makan, asal bisa narsis, asal dapat IPK bagus, asal hidup. Prinsip hidup asal saja tentu saja mengabaikan prinsip hidup sejati yakni kebijaksanaan. Tidak peduli idealisme apa yang dipegang, ketika ada tawaran menarik yang datang, asalkan itu menguntungkan dan bermanfaat bagi diri sendiri, langsung disikat.

    Hal lain yang bisa kita petik dari pengalaman hidup Max adalah berani berpikir sendiri bebas lepas dari pengaruh dunia di sekitarnya. Sebuah nilai yang amat jarang kita temukan di Indonesia. Immanuel Kant mengatakan “beranilah berpikir sendiri” (Sapere Aude). Tidak peduli dunia berbuat apa, Max menghidupi idealisme yang diyakini sebagai kebenaran meskipun konsekuensinya berat dan cenderung dipandang sebelah mata. Itulah pemimpin sejati yang mesti kita teladani di tengah arus pragmatisme-hedonistik seperti sekarang ini.

    Usianya telah senja, ibarat matahari memasuki peraduannya. Keindahan temaramnya sore menjelang malam sungguh mendamaikan hati yang penat. Itulah Max, sosok yang sudah senja namun pemikirannya selalu baru, senantiasa diperbarui. Selalu ada hal menarik dan inspiratif yang lahir dari kedalaman dan kematangan pemikirannya.

    Salam dari Jembatan Serong

    Sumber : https://jembatanserong.blogspot.co.id/max-wayong-sebuah-kisah-inspiratif.html

Viewing 1 post (of 1 total)
  • You must be logged in to reply to this topic.