Tagged: SideStories, THS-THM, UntoldStories
- This topic is empty.
-
AuthorPosts
-
2019-02-19 at 22:44 #1981
editor
Keymaster(Prasetyo Yudono)
MATERI SILAT THS-THM
Melihat diskusi tentang materi THS-THM belakangan ini kami jadi ingat concern kami lebih dari 25 tahun lalu: Anggota akan lebih sibuk meributkan materi silat-nya daripada pencapaian tujuan THS-THM itu sendiri. Yang lebih menyedihkan lagi berkembang persepsi kalau Kakak DP “menyembunyikan” ilmu yang diberikan Rm. Hadi untuk dirinya sendiri. Tidak mau “menurunkan” kepada adik-adik anggota.Padahal dari awalnya “ilmu silat” THS-THM sendiri sudah penuh dinamika. Untuk itu saya coba tuliskan secara ringkas dinamika materi silat THS-THM agar semuanya menjadi jelas. Kalau mau diurut-urut ilmu silat THS-THM itu akarnya dari Bpk. Mangku Poedjono, biasa dipanggil Romo Mangku (Romo sebutan untuk Bapak di lingkungan kerabat Keraton Jogjakarta). Romo Mangku ini dikenal sebagai “orang sakti” di tahun 60 an. Menurut Rm. Hadi, Romo Mangku ini bisa menangkap pisau yang dilemparkan kepadanya dengan giginya. Beliau belajar silat lebih secara “otodidak”, belajar dari siapa saja, bahkan dari tukang becak yang ngajak berkelahi. Setahu saya Rm. Mangku ini tidak mendirikan perguruan tetapi menggalang para pendekar silat Katolik di Jogja dalam wadah Kartika, singkatan dari Laskar Inti Katolik. Waktu itu situasi politik nggak menentu, banyak terjadi aksi-aksi kekerasan antar kelompok. Kartika membantu mengamankan gereja, pastoran, susteran, asrama Katolik, dll dari gangguan kelompok2 lain. Rm. Mangku juga menerima murid yang mau belajar silat kepada beliau. Tradisi guru silat jaman dulu tidak menurunkan semua ilmu pada satu murid, supaya kalau murid ini “mbalela” guru masih punya cadangan ilmu untuk mengatasinya. Rm. Mangku mengambil pendekatan berbeda. Satu murid diajari teknik tata langkah sampai jago. Kalau tarung murid ini akan lincah dan licin dalam bergerak. Murid lainnya diajari teknik pemusatan tenaga, kalau tarung akan lebih banyak diam di tempat (suka disebut “pancer”). Jadi kedua murid itu nggak bakal berantem…:-) Dalam perjalanannya Rm. Mangku punya dua murid “utama” Bpk. FX. Marto Harjono yang sering disebut Mbah Marto dan Bpk. Yoseph Sunardi yang sering disebut Romo Nardi. Mbah Marto ini banyak belajar tata langkah sementara Rm. Nardi banyak belajar pancer. Mbah Marto kemudian mendirikan perguruan silat Persatuan Hati dengan ciri khasnya penguasaan tata langkah yang bagus. Rm. Nardi mendirikan Tunggal Hati dengan ciri khasnya banyak diam (pancer) tetapi pengolahan tenaganya kuat. Seperti kita ketahui Rm. Hadi (dulu biasa dipanggil Mas Suko) awalnya belajar silat pada Rm. Nardi di perguruan Tunggal Hati dan dengan cepat menguasai ilmu pancer dengan pengolahan tenaga pernapasan yang kuat. Rm. Mangku melihat bakat Mas Suko ini dan meminta Rm. Nardi agar Mas Suko bisa diambil murid oleh beliau. Oleh Rm. Mangku Mas Suko diajari tata langkah. Jadi secar ilmu Mas Suko mendapat lengkap. Mas Suko kemudian masuk seminari mau menjadi Romo yang tidak bergarwo (beristri)…:-) Frater Suko kemudian mengajar silat di seminari Mertoyudan. Tetapi jangan dibayangkan proses belajar silat di Mertoyudan seperti di perguruan-perguruan silat pada umumnya. Seperti yag ditulis Rm. Luhur di thesisnya proses belajarnya seperti merangkai puzzle. Waktu itu ada 70 an lebih seminaris yang belajar silat dari Fr. Suko. Satu orang dikasih satu gerakan lalu disuruh ngajarin yang lain. Bisa dibayangkan bagaimana “kebenaran” gerakan yang diajarkan oleh teman sendiri yang juga masih belajar. Sambil jalan Fr. Suko “membetulkan” gerakan kami. Banyak yang nggak tahan dengan proses belajar seperti ini sehingga murid Fr. Suko rontok tinggal belasan orang. Pada masa ini kami banyak membahas materi silat yang begitu banyaknya (lha gabungan dari Tunggal Hati dan Persatuan Hati) dan mencari cara bagaimana bisa mempelajarinya dengan mudah. Bersama2 Rm. Fr. Suka kita coba sistematisir materi tersebut. Banyak materi2 yang kami anggap “redundant” kita “rampingkan”. Sebagai contoh Tunggal Hati mengajarkan gerakan dalam rangkaian jurus. Kalau tidak salah ada 36 jurus dengan nama masing-masing. Gerakan dalam jurus ini yang oleh Rm. Hadi diurai menjadi gerakan dasar. Gerakan dasar ini yang kita pelajari. Dari gerakan dasar kita bisa rangkai menjadi jurus, apapun jurusnya, berapapun banyaknya. Eksperimen pertama ya JURUS THS-THM itu. Waktu itu kami masing-masing bikin jurus lalu kita namain dengan huruf A-Z. Jurus-jurus ini bisa kita rangkai menjadi kata atau kalimat sesuka kita. Jadi nggak ada yang “gaib” dari jurus THS-THM. Biasa saja. Demikian juga dengan teknik pernapasan dan pemusatan tenaga. Ada banyak teknik yang bisa dilakukan dengan varian macam-macam. Tidak semua teknik itu kita pakai. Teknik napas yang pakai kop stand (berdiri dengan kepala) misalnya tidak kita pakai wong susah, sakit di kepala, bikin pusing. Dari teman-teman Merpati Putih kami banyak dengar cerita orang latihan pernapasan dengan sikap jungkir balik, malah mengalami pendarahan di mata, hidung atau telinga. Yang gitu2an nggak, deh. Dalam “menganalisa” teknik2 tersebut kami sangat terbantu dengan kehadiran Dr. Hari Kushadiwijaya, sepupunya Fr. Suko. Mas Hari ini dokter top lulusan UGM, Masternya dari Perancis, Doktornya dari John Hopkins, AS. Beliau ini yang menjadi “hakim” pemutus perkara apakah gerakan ini “aman” atau beresiko bikin celaka. Kita ingin belajar silat agar badan menjadi sehat dan kuat, bukan cidera dimana-mana. Kemudian Fr. Suko ditahbiskan menjadi Rm. Hadi dan ditugaskan di Jakarta. Kami bertanya: “Romo, pelajaran silatnya kena belum selesai, bagaimana terusannya?” Rm. Hadi berkata: “Jangan khawatir… saya akan mengirim roh kudus untuk membimbing kalian…” Ini bercanda… Yang benar Rm. Hadi mengajak kami kepada Rm. Nardi, guru beliau, dan ke Mas Yanto (Hadi Suryanto), putra sulung Rm. Nardi, kakak seperguruan Rm. Hadi di Tunggal Hati. Waktu itu perguruan Tunggal Hati sudah bubar, gantinya perguruan Reti Ati yang sehari2 diasuh oleh Mas Guntur, putra bungsu Rm. Nardi. Latihannya sama di halaman belakang rumah Rm. Nardi di Mantrijeron. Kami pun jadi sering bertandang ke rumah Rm. Nardi, berlatih bersama murid-murid Reti Ati. Habis latihan biasanya kami ngobrol ngalor ngidul dengan Rm. Nardi dan Mas Guntur mendengarkan cerita, pengalaman dan petuah2 dari para sesepuh tadi. Dari sisi materi sebenarnya tidak ada yang baru kami dapatkan dari latihan di Reti Ati. Waktu itu orientasi perguruan silat banyak yang ke silat pertandingan (penekanan pada teknik2 untuk dapat point), sementara kami masih berorientasi pada silat beladiri (bagaimana melumpuhkan lawan). Jadi kalau tarung kami banyak kalah point…:-) Tetapi Rm. Nardi malah senang karena kami masih mempraktekkan silat beneran dan minta kami meneruskan itu: “Adik-adik seminari kan tidak perlu bertanding” demikian kata beliau. Saya masih ada beberapa photo kami berlatih di rumah Rm. Nardi. Nanti saya scan dan upload. Secara rutin kami juga bertandang ke rumah Mas Yanto di Sleman. Waktu itu Mas Yanto sudah nggak mau melatih silat salah satunya karena kecewa dengan perkembangan Merpati Putih. Tetapi ketika yang meminta Rm. Hadi, pendekar kesayangan di Tunggal Hati, dan yang mau berlatih itu putra-putra Seminari, beliau malah senang melatih kami. Kalau beberapa minggu kami nggak datang (karena lagi ujian sekolah atau apa), Mas Yanto yang menanyakan kenapa nggak datang. Dengan Mas Yanto kami banyak berlatih pernapasan, konsentrasi, meditasi. Lucunya dari sisi teknik kami justru tidak mendapat apa2. Mas Yanto nanya: “Oleh Mas Suko diajarin bagaimana?” Kami memeragakan 12 teknik pernapasan yang sudah “dibakukan”. Mas Yanto cuman manggut-manggut lalu bilang: “Sekarang kalian duduk sila saja, badan tegak, tangan diatas lutut”. Ya sudah… teknik itu saja yang kita pakai utk berlatih. Rm. Hadi juga mengajak kami ke Rm. Mangku. Meskipun sudah lanjut beliau masih sangat sehat dan lincah. Yang mengesankan beliau juga sangat rendah hati. Kalau berbicara dengan kami yang masih “anak-anak” ini beliau menggunakan bahasa Jawa halus (krama). Dengan Rm. Mangku kami memperdalam tata-langkah. Bayu Samodra saya lihat pernah upload photo Rm. Mangku ini di facebook. Meskipun belajar silat dari otodidak, teknik silat Rm. Mangku ini sangat sistematis. Ini yang membuat kami kagum sampai sekarang. Terakhir2 Rm. Mangku memberikan catatan teknik tata langkah ini (berupa garis-garis yang beliau tulis di buku gambar). Secara materi, teknik tata langkah dari Rm. Mangku tidak ada yang beda dengan yang diajarkan Rm. Hadi. Maka kamu juga tinggal ajarkan kepada anggota THS-THM tanpa “penyesuaian”. Ini semua saya tuliskan untuk menjelaskan dan meluruskan cerita macam-macam tentang asal-usul “ilmu silat” THS-THM. Tidak ada materi yang kami “sembunyikan”. Kalau pun ada materi yang kami “customize” itu dengan pertimbangan yang rasional agar “ilmu silat” THS-THM ini bisa menjadi SARANA yang baik bagi anggotanya untuk mengembangkan diri menjadi pendekar2 Katolik sejati. Sekali lagi perlu diingat di THS-THM silat hanya SARANA, bukan tujuan. Selamat berlatih, tetap semangat, tetap rendah hati.
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.